Fiqih➡️ Suber Hukum Fiqih

Sumber hukum Islam terbagi menjadi beberapa kategori utama yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah sumber-sumber utama dalam hukum Islam:

1.
Al-Qur'an.

Al-Qur'an adalah sumber hukum Islam yang paling utama dan merupakan kitab suci yang dianggap sebagai wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Semua hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat tetap dan berlaku sepanjang masa.

Surat Al-Ma'idah (5:48)

تَفَرَّقُ بِهِ الْمُؤْمِنُونَ وَإِنَّكُمْ لَمُؤْمِنُونَ إِنَّمَا تَفَرَّقُهُمْ فِي رَبِّكِ

“Kami turunkan Al-Qur'an kepada kamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu menetapkan hukum di antara manusia dengan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.”

Surat An-Nisa (4:59)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir.”

2.
Sunnah.

Sunnah merujuk pada segala perbuatan, ucapan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW. Sunnah menjadi penjelas dan pelengkap bagi hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an. Hadis-hadis yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW menjadi pedoman hidup dan sumber hukum bagi umat Islam.

Surat Al-Ahzab (33:21)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: "صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي"

“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.”

3.
Ijma' (Konsensus Ulama).

Ijma' adalah kesepakatan para ulama mengenai suatu masalah hukum setelah masa Nabi Muhammad SAW. Ketika tidak ada nash yang eksplisit dalam Al-Qur'an atau Sunnah, para ulama dapat bersepakat tentang suatu masalah hukum berdasarkan pemahaman mereka.
Ijma’ hanya berlaku jika semua ulama sepakat tentang suatu masalah yang tidak terdapat nash langsung di dalam Al-Qur'an atau Hadis. Ini merupakan bukti bahwa hukum yang ditetapkan oleh ijma' adalah hal yang tidak bisa dibantah.

Surat Al-Nisa (4:115)

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah petunjuk jelas baginya dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, Kami biarkan dia berbuat sesuka hatinya dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Hadis Riwayat Abu Dawud

إِنَّ اللّهَ لَا يَجْمَعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ

“Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul di atas kesesatan.”

4.
Qiyas (Analogi).

Qiyas adalah penarikan kesimpulan hukum melalui analogi atau perbandingan dengan masalah yang sudah ada hukumnya dalam Al-Qur'an atau Sunnah. Ini digunakan untuk menentukan hukum atas perkara yang tidak ada nash-nya secara langsung, tetapi memiliki kemiripan dengan perkara yang sudah ada hukumnya.

Surat Al-Ma’idah (5:101)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أُمُورٍ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu bertanya tentang hal-hal yang jika ditunjukkan kepadamu, akan menyusahkan kamu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa hukum baru bisa diterapkan apabila ada kebutuhan dan alasan yang jelas untuk itu. Dalam hal ini, qiyas bisa digunakan untuk menambah hukum baru yang tidak disebutkan dalam nash.

5.
Istihsan.

Istihsan adalah mengambil keputusan hukum yang lebih baik atau lebih sesuai dengan maslahat, meskipun tidak mengikuti metode qiyas secara ketat. Istihsan sering kali digunakan untuk tujuan kemaslahatan umat, yang lebih mengutamakan kebijakan dan keluwesan dalam menentukan hukum.

Hadis Riwayat Abu Dawud

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ"

“Tidak boleh ada kemudaratan dan tidak boleh mendatangkan kemudaratan.”

6.
Maslahah Mursalah.

Maslahah Mursalah adalah pertimbangan hukum berdasarkan kemaslahatan umum umat, meskipun tidak ada nash yang secara langsung menyebutkan hal tersebut. Hukum yang diambil harus mengarah pada kemaslahatan umat Islam tanpa menimbulkan kemudaratan.

Istihsan adalah mengambil keputusan hukum yang lebih baik atau lebih sesuai dengan maslahat, meskipun tidak mengikuti metode qiyas secara ketat. Istihsan sering kali digunakan untuk tujuan kemaslahatan umat, yang lebih mengutamakan kebijakan dan keluwesan dalam menentukan hukum.

Hadis Riwayat Muslim

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتِي النَّاسُ بِالْحَقِّ فِي غَيْرِ حَقِّهِ"

“Manusia akan diberikan hak mereka tanpa menyalahi hak-hak lainnya.”

7.
Uruf (Kebiasaan).

Uruf adalah kebiasaan atau adat yang diterima oleh masyarakat setempat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Uruf ini bisa menjadi sumber hukum jika digunakan dalam situasi tertentu yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Surat Al-Baqarah (2:233)

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

“Para ibu menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
Ayat ini mengandung kebiasaan masyarakat pada zaman itu yang diakui oleh Islam sebagai sesuatu yang sah.
Uruf merujuk pada kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dan dapat diterima secara hukum Islam. Kebiasaan ini bisa menjadi dasar hukum dalam hal yang tidak ditemukan dalilnya.

8.
Istidlal (Pencarian Hukum melalui Penalaran).

Istidlal adalah proses pencarian hukum berdasarkan penalaran logis yang dilakukan oleh ulama dengan mengacu pada nash Al-Qur'an, Hadis, ijma' (konsensus ulama), dan qiyas (analogi). Penalaran ini bertujuan untuk menemukan hukum dari sesuatu yang belum ada dalilnya secara langsung.

Surat Al-Ahzab (33:21)

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat.”

Dalam konteks ini, istidlal adalah pencarian hukum dengan mengacu pada keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam segala hal, baik dalam ibadah, muamalah, maupun akhlak.

Semua sumber hukum Islam tersebut, Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah, Uruf saling melengkapi dan memberikan dasar hukum yang sah bagi umat Islam. Mereka bekerja bersama-sama untuk memberikan pedoman hidup yang jelas dan adil dalam berbagai aspek kehidupan. Dari teks-teks utama Al-Qur'an dan Hadis, serta keputusan-keputusan dari para ulama, umat Islam dapat menemukan petunjuk dalam berbagai persoalan hukum yang berkembang, baik yang bersifat klasik maupun kontemporer.