Tidak terdapat petunjuk nash yang jelas tentang masa berlangsungnya haid, baik batas minimal ataupun maksimalnya, karena itu dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat yang besar di kalangan para ulama. Namun berdasarkan kebiasaan para wanita dan ucapan sejumlah salafusshalih, maka pendapat yang paling kuat tentang batas minimal masa haid adalah sehari semalam. Sedangkan batas maksimalnya adalah lima belas hari. Ali bin Abi Thalib berkata : "(Masa) Haid paling sedikit adalah sehari semalam)". 1)
Tidak ada satu pun bukti yang menerangkan tentang batas minimal masa haid. Di antara para ulama ada yang mengatakan, sehari semalam. Ada yang mengatakan, dua hari. Dan ada pula yang mengatakan, tiga hari. Tetapi yang jelas, jika ada darah keluar dengan ciri-ciri darah haid dan pada waktunya, maka ia dianggap darah haid meskipun hanya berlangsung sehari atau lebih. Pada awalnya darah haid ini berwama merah dan berbau busuk. Juga tidak ada satu pun bukti yang menerangkan tentang batas maksimal masa haid. Hal itu bersifat relatif. Tergantung kebiasaan wanita yang bersangkutan. Di antara ulama ahli fiqih ada yang mengatakan, batas maksimal masa haid itu tidak lebih dari sepuluh hari. Dan ada yang mengatakan, sampai bisa berlangsung selama lima belas hari atau setengah bulan.
Tanda-tanda berakhirnya masa haid ialah cairan warna putih. Jika cairan wama-wama yang lain sudah hilang, seperti warna merah, kuning, dan keruh, lalu muncul cairan warna putih, maka itulah tanda mampatnya haid. Dan pada saat itulah seorang wanita wajib mandi lalu shalat, sebagaimana ia berkewajiban menjalankan puasa. Misalkan darah haid mampat sebelum shalat Shubuh pada bulan Ramadhan, wanita yang bersangkutan wajib menjalankan shalat Shubuh dan juga wajib berpuasa pada hari itu. Tetapi kalau mampat sesudah shalat Shubuh, maka puasanya pada hari itu tidak sah. Tetapi ia wajib segera mandi untuk menjalankan shalat Shubuh, karena waktunya masih ada. Jika ditangguhkan ia berdosa.
Jika darah haid sudah mampat, masa suci antara satu haid dan haid yang lainnya, tidak ada kesepakatan para ulama ahli fiqih mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan, batas waktunya tidak lebih dari tiga belas hari. Dan ada pula yang mengatakan, lima belas hari. Mengenai waktu maksimal suci hal itu tidak ada batasannya sama sekali. 2)
Memperhatikan Kebiasaan Haid.
Karena tidak ada batasan masa berlangsungnya haid maka perlu diperhatikan kebiasaan haid dari bulan-bulan sebelumnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah diriwayatkan oleh Ummu Salamah.
و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تُهَرَاقُ الدِّمَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَتْ لَهَا أُمُّ سَلَمَةَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِتَنْظُرْ إِلَى عَدَدِ اللَّيَالِي وَالْأَيَّامِ الَّتِي كَانَتْ تَحِيضُهُنَّ مِنْ الشَّهْرِ قَبْلَ أَنْ يُصِيبَهَا الَّذِي أَصَابَهَا فَلْتَتْرُكْ الصَّلَاةَ قَدْرَ ذَلِكَ مِنْ الشَّهْرِ فَإِذَا خَلَّفَتْ ذَلِكَ فَلْتَغْتَسِلْ ثُمَّ لِتَسْتَثْفِرْ بِثَوْبٍ ثُمَّ لِتُصَلِّي
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi dari Sulaiman bin Yasar dari Umu Salamah isteri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ada seorang wanita yang terus menerus mengucurkan darah. Ummu Salamah lalu meminta fatwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau menjawab: Hendaklah mereka memperhatikan berapa hari mereka biasa mengalami haid dalam sebulan, sebelum apa yang ia alami sekarang ini. Hendaklah ia meninggalkan jumlah hari yang biasa mengamali haid dalam bulan itu, setelah itu hendaklah ia mandi, mengganti pakaian dan mengerjakan shalat. 3)
6 Hari atau 7 Hari Sebagai Patokan
Berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy, haid berlangsung selama 6 haru atau 7 hari.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامَرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَمِّهِ عِمْرَانَ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أُمِّهِ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَثِيرَةً شَدِيدَةً فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْتَفْتِيهِ وَأُخْبِرُهُ فَوَجَدْتُهُ فِي بَيْتِ أُخْتِي زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَثِيرَةً شَدِيدَةً فَمَا تَأْمُرُنِي فِيهَا قَدْ مَنَعَتْنِي الصِّيَامَ وَالصَّلَاةَ قَالَ أَنْعَتُ لَكِ الْكُرْسُفَ فَإِنَّهُ يُذْهِبُ الدَّمَ قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَتَلَجَّمِي قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَاتَّخِذِي ثَوْبًا قَالَتْ هُوَ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ إِنَّمَا أَثُجُّ ثَجًّا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَآمُرُكِ بِأَمْرَيْنِ أَيَّهُمَا صَنَعْتِ أَجْزَأَ عَنْكِ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَيْهِمَا فَأَنْتِ أَعْلَمُ فَقَالَ إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنْ الشَّيْطَانِ فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةَ أَيَّامٍ فِي عِلْمِ اللَّهِ ثُمَّ اغْتَسِلِي فَإِذَا رَأَيْتِ أَنَّكِ قَدْ طَهُرْتِ وَاسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً أَوْ ثَلَاثًا وَعِشْرِينَ لَيْلَةً وَأَيَّامَهَا وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكِ يُجْزِئُكِ وَكَذَلِكِ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ النِّسَاءُ وَكَمَا يَطْهُرْنَ لِمِيقَاتِ حَيْضِهِنَّ وَطُهْرِهِنَّ فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي الظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي الْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ الْعِشَاءَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ فَافْعَلِي وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ الصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ وَكَذَلِكِ فَافْعَلِي وَصُومِي إِنْ قَوِيتِ عَلَى ذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ أَعْجَبُ الْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرَوَاهُ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّيُّ وَابْنُ جُرَيْجٍ وَشَرِيكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَمِّهِ عِمْرَانَ عَنْ أُمِّهِ حَمْنَةَ إِلَّا أَنَّ ابْنَ جُرَيجٍ يَقُولُ عُمَرُ بْنُ طَلْحَةَ وَالصَّحِيحُ عِمْرَانُ بْنُ طَلْحَةَ قَالَ وَسَأَلْتُ مُحَمَّدًا عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ فَقَالَ هُوَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَهَكَذَا قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ هُوَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ و قَالَ أَحْمَدُ وَإِسْحَقُ فِي الْمُسْتَحَاضَةِ إِذَا كَانَتْ تَعْرِفُ حَيْضَهَا بِإِقْبَالِ الدَّمِ وَإِدْبَارِهِ وَإِقْبَالُهُ أَنْ يَكُونَ أَسْوَدَ وَإِدْبَارُهُ أَنْ يَتَغَيَّرَ إِلَى الصُّفْرَةِ فَالْحُكْمُ لَهَا عَلَى حَدِيثِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَبِي حُبَيْشٍ وَإِنْ كَانَتْ الْمُسْتَحَاضَةُ لَهَا أَيَّامٌ مَعْرُوفَةٌ قَبْلَ أَنْ تُسْتَحَاضَ فَإِنَّهَا تَدَعُ الصَّلَاةَ أَيَّامَ أَقْرَائِهَا ثُمَّ تَغْتَسِلُ وَتَتَوَضَّأُ لِكُلِّ صَلَاةٍ وَتُصَلِّي وَإِذَا اسْتَمَرَّ بِهَا الدَّمُ وَلَمْ يَكُنْ لَهَا أَيَّامٌ مَعْرُوفَةٌ وَلَمْ تَعْرِفْ الْحَيْضَ بِإِقْبَالِ الدَّمِ وَإِدْبَارِهِ فَالْحُكْمُ لَهَا عَلَى حَدِيثِ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ وَكَذَلِكَ قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ و قَالَ الشَّافِعِيُّ الْمُسْتَحَاضَةُ إِذَا اسْتَمَرَّ بِهَا الدَّمُ فِي أَوَّلِ مَا رَأَتْ فَدَامَتْ عَلَى ذَلِكَ فَإِنَّهَا تَدَعُ الصَّلَاةَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَإِذَا طَهُرَتْ فِي خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا أَوْ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّهَا أَيَّامُ حَيْضٍ فَإِذَا رَأَتْ الدَّمَ أَكْثَرَ مِنْ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَإِنَّهَا تَقْضِي صَلَاةَ أَرْبَعَةَ عَشَرَ يَوْمًا ثُمَّ تَدَعُ الصَّلَاةَ بَعْدَ ذَلِكَ أَقَلَّ مَا تَحِيضُ النِّسَاءُ وَهُوَ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي أَقَلِّ الْحَيْضِ وَأَكْثَرِهِ فَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَقَلُّ الْحَيْضِ ثَلَاثَةٌ وَأَكْثَرُهُ عَشَرَةٌ وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَأَهْلِ الْكُوفَةِ وَبِهِ يَأْخُذُ ابْنُ الْمُبَارَكِ وَرُوِيَ عَنْهُ خِلَافُ هَذَا و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْهُمْ عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ أَقَلُّ الْحَيْضِ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالْأَوْزَاعِيِّ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَأَبِي عُبَيْدٍ
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al Aqadi berkata; telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Muhammad dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah dari pamannya Imran bin Thalhah dari ibunya Hamnah binti Jahsy ia berkata; Aku banyak mengeluarkan darah haid yang banyak dan deras, maka aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam untuk memberi kabar dan meminta fatwa kepadanya. Aku mendapati beliau di rumah saudara perempuanku, Zainab binti Jahsy, lalu aku berkata; Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengeluarkan darah haid yang banyak dan deras, hal ini telah menghalangiku untuk shalat dan puasa, lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku dalam hal ini? beliau bersabda: Berilah kapas, karena itu akan menghilangkan darah, ia berkata; Darahnya lebih banyak dari itu? beliau bersabda: Sumbatlah ia dengan sesuatu yang dapat menghalangi keluarnya darah, ia berkata; Darahnya sangat deras. Beliau bersabda: Ambillah kain, ia berkata; Darahnya lebih banyak dan deras, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam pun bersabda: Akan aku perintahkan kepadamu dengan dua hal, manapun yang engkau lakukan maka itu telah cukup. Dan jika engkau mampu atas keduanya maka engkau lebih tahu. Beliau bersabda: Sesungguhnya itu adalah pukulan setan, maka berhaidlah selama enam atau tujuh hari dalam hitungan ilmu Allah, setelah itu mandilah. Jika engkau merasa bahwa engkau telah suci dan bersih maka shalatlah dua puluh empat malam atau dua puluh tiga siang dan malamnya, puasa dan shalatlah karena itu telah cukup bagimu. Seperti itu pula, lakukanlah sebagaimana wanita haid dan bersuci untuk waktu-waktu haid dan suci mereka. Jika kamu kuat mengakhirkan shalat zhuhur dan mensegerakan shalat asar, kemudian kalian mandi ketika kalian telah suci, lalu engkau shalat zhuhur dan asar. Setelah itu engkau akhirkan shalat maghrib dan mensegerakan shalat isya, lalu mandi dan menjamak antara dua shalat maka lakukanlah. Engkau mandi di waktu subuh maka kerjakanlah. Demikianlah, maka lakukanlah. Dan puasalah engkau jika kuat. Setelah itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Itulah dua hal yang paling aku kagumi.
Abu Isa berkata; Hadits ini derajatnya hasan shahih.
Ubaidullah bin Amru Ar Raqi dan Ibnu Juraij dan Syarik meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah dari pamannya Imran dari ibunya Hamnah. Hanya saja Ibnu Juraij menyebutkan dengan nama Umar bin Thalhah. Yang benar adalah Imran bin Thalhah. Ia berkata; Aku bertanya Muhammad tentang hadits ini, maka ia pun bertanya, Hadits hasan shahih.
Demikian juga dengan Ahmad bin Hanbal, ia mengatakan, Hadits ini derajatnya hasan shahih.
Ahmad dan Ishaq berkata tentang wanita yang mustahadlah, Jika ia mengetahui haidnya……….maka hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Fatimah binti Abu Hubaisy. Jika wanita yang mengalami istihadlah itu mempunyai hari-hari yang diketahui sebelum istihadlah, maka hendaklah ia meninggalkan shalat pada hari-hari haidnya. Kemudian ia mandi dan berwudlu setiap shalat, maka ia boleh mengerjakan shalat. Apabila darah itu masih keluar dan ia tidak mempunyai hari-hari yang diketahui, atau tidak mengetahui haid dengan datang dan berlalunya darah, maka hukum yang sesuai baginya adalah hadits Hamnah binti Jahsy. Abu Ubaid juga berkata demikian. Syafi i berkata; Apabila wanita yang mengalami istihadlah, darahnya selalu mengalir pada awal mula ia melihat dan terus-menerus seperti itu, maka ia harus meninggalkan shalat di antara waktu itu selama lima belas hari. Namun jika ia dalam keadaan suci dalam jangka waktu lima belas hari atau sebelum itu, maka itu termasuk hari-hari haid. Apabila wanita itu melihat darah lebih dari lima belas hari, maka ia harus mengqadla shalat selama empat belas hari. Kemudian setelah itu ia meninggalkan shalat selama masa haid yang paling sebentar untuk ukuran wanita, yaitu sehari semalam. Abu Isa berkata; Ulama berpeda pendapat tentang masa haid yang paling sebentar dan paling lama. Sebagian ulama berkata; Masa haid yang paling cepat adalah tiga hari dan yang paling lama adalah sepuluh hari. Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, bin Al Mubarak dan penduduk Kufah. Dan sebagian ulama yang lain seperti Atha bin Abu Rabah mengatakan, Masa cepat yang paling cepat adalah sehari semalam, dan yang paling lama adalah lima belas hari. Ini adalah pendapat Malik, Al Auza I, Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan Abu Ubaid. 4)
1 Abdullah Haidir., Fiqih Thaharah Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, Cetakan Pertama 2005, , hal. 94-95.
2 Syaikh Hasan Ayyub., Fikih Ibadah, , hal. 104-105.
3 Imam Malik., Al-Muwaththa´ - Imam Malik - Bab : Thoharah - Hadis No. : 123.
4 Imam Tirmidzi., Sunan Tirmidzi - Bab : Bersuci - Hadis No. : 118.