Mandi Besar➡️ Pengertian
Pengertian Mandi Besar (Janabah)


Firman Allah dalam surah An-Nisaa Ayat 43 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا٤۳

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā taqrabụṣ-ṣalāta wa antum sukārā ḥattā ta'lamụ mā taqụlụna wa lā junuban illā 'ābirī sabīlin ḥattā tagtasilụ, wa in kuntum marḍā au 'alā safarin au jāa aḥadum minkum minal-ghāiṭi au lāmastumun-nisāa fa lam tajidụ māan fata-yammamụ ṣa'īdan ṭayyiban fampaḥụ biwujụhikum wa aidīkum, innallāha kāna 'afuwwang gafụrā.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya (tafsir surah An-Nisaa Ayat 43) mengatakan bahwa Firman ini merupakan dalil bagi mazhab ketiga Imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafii yang mengatakan bahwa haram bagi orang yang junub diam di dalam masjid, hingga ia mandi atau bertayamum jika tidak ada air, atau tidak mampu menggunakannya. 1)

Mandi wajib, disebut juga mandi besar, mandi junub atau mandi janabat, adalah salah satu cara bersuci dengan mengalirkan air ke seluruh tubuh, dengan niat mengangkat (menghilangkan) “hadas besar” atau janabat.

Mandi wajib ialah mandi yang dituntut melakukannya sebelum melaksanakan keawajiban agama tertentu. Mandi yang bila tidak dilakukan menyebabkan beberapa ajaran agama tidak boleh dikerjakan. 2)

Dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada seluruh badan dengan disertai niat; sedangkan menurut istilah, Al-Jaziri dalam bukunya Al-Fiqhu 'Ala Mazahib Al-Arba'ah mengemukakan bahwa mandi adalah: menggunakan (mengalirkan) air yang suci untuk seluruh badan dengan cara yang telah ditentukan oleh syara'. 3)

Dikutip dari bukunya dengan judul Fiqih Ibadah, Dr. Hariman Surya Siregar, M.Ag., menerangkankan bahwa :
Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-Ghusl. Kata ini memiliki makna yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu, Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.
Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh dan lawan dari dekat Sedangkan secara istilah fiqih,kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawawi ra. Berarti Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut. Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tata cara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.
Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawa wirahimahullah berarti:

تطلق الۡنابة فِ الشرع على من أنزل المنِ وعلى من جامع وسمي جنبا لأنه يجتنب الصلاة والمسجد والقراءة ويتباعد عنها

Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut. 4)

1 Ibnu Katsir., Terjemhan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2,Pustaka Imam Syafi'i, cetakan ke-2, 2003 hal. 317.

2 DR. M. Nasri Hamang Najed, SH, M.Ag., Fikih Islam Dan Metode Pembelajarannya( Thaharah, Ibadah Dan Keluarga Muslim) hal. 18.

3 Dr. H. Khoirul Abror, M.H., Fiqih Ibadah, hal. 51.

4 Dr. Hariman Surya Siregar, M.Ag., Fikih Ibadah, hal. 121.