Shalat hanya diwajibkan kepada umat Islam. Orang kafir tidak diwajibkan shalat sampai masuk Islam.
Dalil:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ
Qul lilladhīna kafarū in yantahū yughfar lahum mā qad salaf.
Katakanlah kepada orang-orang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekufurannya), niscaya akan diampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu.” (QS. Al-Anfal: 38)
Orang gila tidak wajib shalat karena tidak berakal.
Dalil:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يُفِيقَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
Rufi‘al-qalamu ‘an tsalāṡah: ‘anin-nā’imi ḥattā yastaīqiẓ, wa ‘anil-majnūni ḥattā yufīq, wa ‘aniṣ-ṣabīyi ḥattā yaḥtalim.
Pena (pencatat dosa) diangkat dari tiga golongan: orang yang tidur hingga ia bangun, orang gila hingga ia sadar, dan anak kecil hingga ia baligh. (HR. Abu Dawud no. 4401, hasan)
Anak-anak belum terkena kewajiban shalat sampai baligh.
Dalil:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ… وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ»
‘Aniṣ-ṣabīyi ḥattā yaḥtalim
Anak kecil hingga ia mimpi basah (baligh) (HR. Abu Dawud)
Wanita yang haid/nifas tidak diwajibkan shalat (bahkan dilarang shalat), dan tidak perlu mengqadha.
Dalil:
قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتِ الْمَرْأَةُ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟
Alaysa idhā ḥāḍatil-mar’atu lam tuṣalli wa lam taṣum?
Bukankah jika wanita haid, ia tidak shalat dan tidak puasa? (HR. Bukhari no. 304, Muslim no. 80)
Orang yang belum sampai dakwah Islam tidak terbebani kewajiban syariat, termasuk shalat.
Dalil:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
Wa mā kunnā mu‘aḏḏibīna ḥattā naba‘aṡa rasūlā.
Kami tidak akan mengazab (seseorang), hingga Kami mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra: 15)