Mad berasal dari bahasa Arab yang berarti memanjangkan. Dalam tajwid, mad adalah memanjangkan suara ketika membaca huruf hijaiyah yang memiliki huruf mad, yaitu:
Mad Thabi’i adalah mad dasar yang terjadi karena keberadaan huruf mad saja, tanpa disertai oleh huruf hamzah ( ء ) ataupun huruf sukun ( o ) setelah huruf mad tersebut. Disebut "thabi’i" karena bacaannya mengikuti sifat alami manusia dalam memanjangkan suara vokal secara wajar dan tidak berlebihan karena panjangnya sesuai tabiat atau kebiasaan bacaan bahasa Arab, bukan karena faktor luar.
➡️ Alif ( ا ) setelah fathah
➡️ Waw (و ) setelah dhammah
➡️ Ya’ (ي ) setelah kasrah
➡️Hamzah (ء) ➜ itu menjadi mad far’i
➡️Huruf sukun atau tasydid ➜ itu juga masuk mad far’i
Mad Thabi’i dibaca 2 harakat (setara dua ketukan atau dua ketukan jari).
Contoh ketukan ➡️ Ma—na (ketuk pertama) | Ta—la (ketuk kedua)
Lafaz Arab | Bacaan | Penjelasan |
---|---|---|
قَالَ | qāla | Alif setelah fathah = mad thabi’i |
يُقِيمُونَ | yuqīmūn | Ya setelah kasrah + Waw setelah dhammah |
فِيهِ | fīhi | Ya setelah kasrah |
لَهُ | lahū | Waw setelah dhammah |
Contoh Menerapan Dalan Surah Al-Fatihah
Ayat | Contoh Mad Thabi’i | Penjelasan |
---|---|---|
الرَّحِيمِ | raḥīmī → ي setelah kasrah | Mad Thabi’i |
نَسْتَعِينُ | nasta‘īnu → ي setelah kasrah | Mad Thabi’i |
صِرَاطَ الَّذِينَ | nasta‘īnu → ي setelah kasrah | Mad Thabi’i |
Mad Far’i ( مَدّ فَرْعِيّ ) adalah mad cabang — yaitu pemanjangan suara huruf mad yang terjadi karena adanya sebab tertentu selain huruf-huruf mad itu sendiri. Mad ini muncul karena adanya huruf hamzah atau sukun setelah huruf mad.
Disebut far’i (cabang), karena merupakan cabang dari Mad Asli (Mad Thabi’i), yaitu mad dasar yang hanya dibaca dua harakat.
Aspek | Mad Asli (Thabi’i) | Mad Far’i (Cabang) |
---|---|---|
نَسْتَعِينُ | nasta‘īnu → ي setelah kasrah | Mad Thabi’i |
صِرَاطَ الَّذِينَ | nasta‘īnu → ي setelah kasrah | Mad Thabi’i |
Contoh: جَاءَ، شَاءَ
➡️Ini menghasilkan Mad Wajib Muttashil atau Mad Jaiz Munfashil
Contoh: الْحَاقَّةُ، الضَّالِّينَ
➡️Ini menghasilkan Mad Lazim, Mad ‘Aridh lissukun, atau Mad Lin
Hukum mad wajib muttasil adalah hukum bacaan, ketika mad asli bertemu dengan huruf hamzah ( ء ) dalam satu kata. Cara membaca mad wajib muttasil, harus dipanjangkan menjadi 4 – 5 harakat.
Contoh mad wajib muttasil, di antaranya :
Syarat terjadinya Mad Wajib Muttashil :
Syarat | Penjelasan |
---|---|
Ada **huruf mad** | Yaitu alif ( ا ), wau ( و ), atau ya ( ي ) yang didahului harakat yang sesuai |
Diikuti hamzah ( ء ) | Hamzah bisa berharakat atau sukun |
Dalam satu kata | Huruf mad dan hamzah tidak boleh terpisah dalam dua kata |
Panjang Bacaan :
Mad Wajib Muttashil dibaca 4 sampai 5 harakat.
Dalam riwayat Hafsh ‘an ‘Ashim (yang paling umum dipakai di Indonesia):
➡️Wajib dibaca panjang 4 atau 5 harakat.
➡️Banyak ulama menyarankan membaca 4 harakat secara konsisten.
Hukum Membacanya :
Disebut "wajib" karena:.
➡️Ada ijma’ (kesepakatan qurra’) bahwa ia harus dipanjangkan.
➡️Namun tetap tidak sama dengan hukum wajib secara fiqh.
Membaca pendek tidak membatalkan salat, tapi dianggap menyalahi kaidah qira’ah yang sahih.
Kebalikannya, hukum mad jaiz munfasil adalah hukum bacaan, ketika mad asli bertemu dengan hamzah (ء), namun tidak dalam satu kata. Cara membaca mad jaiz munfasil, yakni dengan dipanjangkan sebanyak 4 – 5 harakat.
Contoh mad jaiz munfasil, di antaranya:
Syarat Terjadinya Mad Jaiz Munfashil.
Agar sebuah bacaan tergolong Mad Jaiz Munfashil, harus memenuhi kriteria :
Syarat | Penjelasan |
---|---|
Ada huruf mad | Yaitu alif ( ا ), wau ( و ), atau ya ( ي ) yang berfungsi sebagai huruf mad. |
Diikuti hamzah ( ء ) | Huruf hamzah berada di awal kata berikutnya. |
Berada dalam satu kata | Huruf mad dan hamzah berada dalam kata yang terpisah. |
Panjang Bacaan :
Dibaca antara 2 hingga 5 harakat.
Disebut "wajib" karena:.
➡️Dalam riwayat Hafsh (yang digunakan di Indonesia), Mad Jaiz Munfashil biasa dibaca 4 harakat.
➡️Disebut “jaiz (boleh)” karena boleh dipanjangkan antara 2–5 harakat sesuai qira’ah yang digunakan.
Harakat diukur dengan hitungan ketukan pendek, misalnya ketukan jari.
Hukum mad lazim mutsaqqal kilmi adalah hukum mad yang terjadi, ketika mad asli bertemu dengan huruf bertasydid ( ّ- ) dalam satu kata. Cara membaca mad lazim mutsaqqal kilmi, yakni dengan memanjangkan bacaan hingga 6 harakat. Contoh mad lazim mutsaqqal kilmi, di antaranya:
Hukum mad lazim mukhaffaf kilmi adalah hukum mad yang terjadi, ketika huruf mad bertemu dengan huruf berharakat sukun ( ْ- ) dalam satu kata. Cara membaca mad lazim mukhaffaf kilmi, yakni dipanjangkan sampai 6 harakat.
Dalam Al-Quran, hanya terdapat dua mad lazim mukhaffaf kalimi, yaitu pada surah Yunus ayat 51 dan 91 sebagai berikut:
Hukum mad lazim harfi mutsaqqal adalah hukum mad yang terjadi di awal surat, dengan syarat: ada huruf mad yang bertemu huruf sukun yang diidghomkan (tasydid) dalam bentuk huruf saja (huruf fawatihus suwar).
Hukum mad lazim harfi mutsaqqal adalah hukum mad yang terjadi di awal surat, dengan syarat: ada huruf mad yang bertemu huruf sukun yang diidghomkan (tasydid) dalam bentuk huruf saja (huruf fawatihus suwar).
Cara membaca mad lazim mutsaqqal harfi, yakni dibaca sepanjang 6 harakat.
Contoh mad lazim harfi mustaqqal, di antaranya:
Hukum mad lazim harfi mukhaffaf adalah hukum mad yang terjadi di awal surat, yang terdiri dari enam huruf fawatih, yaitu huruf kha (ح), huruf ya (ي), huruf tha (ط), huruf alif (ا), huruf Ha (ه), dan huruf ra (ر).
Cara membaca mad lazim mukhaffaf harfi, yakni dengan panjang 2 harakat.
Contohnya yaitu:
Hukum mad layyin adalah hukum bacaan, ketika huruf berharakat fathah atau dammah, bertemu dengan huruf ya (ي ) atau wau (و ) bertanda sukun, kemudian di depannya lagi ada huruf yang dimatikan karena waqaf (berhenti).
Dengan kata lain, hukum mad layyin hanya terjadi dalam kondisi waqaf atau berhenti. Cara membaca mad layyin, yakni dengan dipanjangkan sebanyak 2, 4, atau 6 harakat.
Namun, jika sudah memilih salah satu, pilihan itu harus konsisten ketika menemukan bacaan serupa hingga akhir tilawah.
Contoh mad layyin, di antaranya:
Hukum mad arid lissukun adalah hukum bacaan yang terjadi, ketika huruf mad diikuti oleh huruf lain yang diwaqafkan. Cara membaca mad arid lissukun, yakni harus panjang 2, 4, atau 6 rakaat.
Contoh mad arid lissukun, antara lain:
Hukum mad shilah qashirah adalah hukum mad yang terjadi, apabila huruf ha dhamir (ه) berharakat kasrah atau dhammah, berada di antara dua huruf yang berharakat (bukan huruf mati). Huruf sebelumnya berharakat hidup (bukan mad), dan huruf setelahnya bukan hamzah.
Cara membaca mad shilah qashirah, yakni dengan dipanjangkan sebanyak 2 harakat.
Contoh mad shilah qashirah, yakni:
Hukum mad shilah thawilah adalah hukum mad yang terjadi, ketika huruf ha dhamir (ه) bertemu dengan huruf hamzah. Cara membaca mad shilah thawilah, yakni dengan panjang 4 – 5 harakat.
Contoh mad shilah thawilah, di antaranya:
Hukum mad iwad adalah hukum bacaan ketika, bacaan tanwin yang dihentikan (waqaf), sehingga dibaca panjang (mad). Sebagai pengecualian, mad iwad tidak terjadi pada huruf ta’ marbutah (ة).
Cara membaca mad iwad, yaitu bunyi tanwin (an) dihilangkan, dan dibaca seperti fathah biasa (bunyi a) dengan panjang 2 harakat.
Contoh bacaan mad iwad, antara lain:
Hukum mad badal adalah hukum bacaan yang terjadi, ketika bertemunya dua hamzah (ء) dalam satu kalimat. Hamzah yang satu berharakat, sedangkan hamzah yang lain sukun.
Nah, hamzah yang sukun ini, kemudian diganti dengan huruf mad yang sesuai pada harakat hamzah kedua, untuk meringankan bacaan.
Cara membaca atau hukum bacaan mad badal, yakni dengan dipanjangkan sebanyak 2 harakat.
Contoh mad badal, di antaranya:
ecara bahasa, farqi artinya memisahkan. Jadi, hukum mad farqi adalah hukum mad yang terjadi, apabila mad badal bertemu dengan tasydid. Cara membacanya, yakni dipanjangkan hingga 6 harakat.
Contoh mad farqi, antara lain:
Hukum mad tamkin adalah hukum mad yang terjadi, ketika huruf ya (ﻱ) atau wau (ﻭ) berharakat tasydid (ـّـ) atau kasrah (ـِـ), bertemu dengan huruf ya atau wau berharakat sukun (ـْـ). Panjang bacaan mad tamkin, yakni sejumlah dua harakat.
Contoh mad tamkin, di antaranya: