Dalam bahasa Arab, garib artinya jarang dan tersembunyi. Dalam hal ini, bacaan garib jarang ditemui dan hanya ada sesekali dalam Al-Quran.Dalam ilmu tajwid, bacaan garib merujuk pada bacaan-bacaan yang tidak umum atau jarang terjadi dalam Al-Qur'an, baik karena bentuknya yang unik, cara membacanya yang tidak lazim, atau jumlah kemunculannya yang sedikit.
Bacaan garib ini penting dipelajari karena:
➡️Biasanya hanya terjadi di satu atau beberapa tempat dalam Al-Qur'an.
➡️Sering kali memiliki hukum tajwid khusus atau pengecualian dari kaidah umum.
➡️Diperhatikan secara khusus dalam qira’at (varian bacaan Al-Qur’an).
Imālah (الإمالة ) dalam bahasa Arab secara harfiah berarti "memiringkan" atau "membengkokkan". Dalam konteks bacaan Al-Qur'an, imālah mengacu pada cara pengucapan huruf alif (ا) yang seharusnya dibaca lurus menjadi lebih miring, yaitu seolah-olah mendekati suara ya’ (ي ).
Secara lebih spesifik, imālah terjadi ketika huruf alif yang berharakat fathah (ــَ) dibaca dengan cara seperti suara huruf ya’ atau di antara suara alif dan ya’. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa riwayat qira'at, terutama dalam qira'at Warsh dari Imam Malik yang menggunakan imālah dengan lebih banyak.
Imālah terjadi ketika alif ( ا ) yang berharakat fathah dibaca dengan lebih lembut, seolah mendekati huruf ya’ (ي ). Oleh karena itu, suara yang dihasilkan lebih mirip dengan e atau i, tergantung pada keadaan dan nuansa bacaan.
Dalam qira’at tertentu, seperti Warsh, Imālah diterapkan di banyak tempat, sedangkan dalam riwayat Hafs biasanya alif dibaca dengan suara a yang lebih jelas.
Imālah diterapkan pada alif yang berada di akhir kata atau terkadang di tengah kata, tergantung pada aturan dalam qira'at tersebut. Ini memberikan perbedaan dalam pengucapan antara riwayat yang satu dengan riwayat yang lainnya.
Berikut adalah beberapa contoh dari bacaan imālah dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang dapat ditemukan dalam riwayat Warsh:
1. Surah Al-Fatiha (1:5)
كِتَابٌ
Dalam riwayat Warsh, kata كتَابٌ yang mengandung huruf alif dengan fathah pada akhir kata akan dibaca dengan imālah, sehingga mengarah pada pengucapan kitābun menjadi kitābun dengan suara mirip i (menjadi lebih miring).
2. Surah Al-Baqarah (2:59)Kata كحَرَّمْنَا dalam riwayat Warsh akan dibaca dengan imālah pada alif di kata كحَرَّمْنَا. Huruf alif akan cenderung lebih ke arah suara ya’, meskipun ini tidak terlalu terasa dalam bacaan Hafs.
3. Surah Taha (20:56)Kata كحَرَّمْنَا Dalam bacaan Warsh, huruf alif di kata أَلَّا diucapkan dengan imālah, mirip dengan pengucapan huruf ya’.
4. Surah Al-Mulk (67:5)
فِيهَا
Kata فِيهَا dalam riwayat Warsh dibaca dengan imālah pada huruf alif, yang terdengar lebih mirip dengan ya’.
Bacaan Normal: Dalam riwayat Hafs, huruf alif berharakat fathah biasanya dibaca dengan suara a yang lebih keras dan jelas, seperti pada kata كِتَابٌ yang diucapkan dengan kitaabun.
Bacaan dengan Imālah : Dalam riwayat Warsh, huruf alif berharakat fathah bisa dibaca dengan suara yang lebih lembut dan mendekati i atau e (seperti pada kitābun yang diucapkan lebih mirip dengan kitaabun dengan pengucapan yang lebih miring).
Ada dua jenis imālah yang sering ditemukan dalam qira'at :
Dalam imālah kamilah, bacaan huruf alif benar-benar mirip dengan suara ya’. Ini terjadi pada beberapa riwayat tertentu, seperti Warsh.
Imālah Kubrā adalah bacaan huruf fathah (a) yang sepenuhnya dimiringkan ke arah suara kasrah (i). Suaranya terdengar jelas mirip dengan huruf ya’ (ي ).
Ciri Khas Imālah Kāmilah.
🔹 Contoh : Misalnya dalam riwayat Hamzah atau Kisai, kata: موسىٰ dalam imālah kubrā dibaca Mūsē (dengan suara e berat)
Dalam imālah ghaire kamilah, bacaan huruf alif lebih cenderung kepada suara yang mirip dengan e, namun masih ada sedikit pengaruh dari suara a. Bacaan ini lebih lembut dan lebih halus daripada bacaan alif biasa. Bacaan fathah yang tidak sepenuhnya berubah menjadi suara kasrah, tapi hanya mendekatinya sedikit. Suaranya berada di antara "a" dan "i", mirip suara "e" tipis dalam bahasa Indonesia.
Ciri Khas Imālah Ghair Kāmilah.
🔹 Contoh :
Salah satu contoh terkenal dalam riwayat Hafs dari Ashim adalah kata: مَجْرَاهَا (QS. Hud: 41)
Dalam riwayat Hafs, kata ini dibaca biasa: Majrāhā Namun dalam riwayat Hafs 'an 'Asim melalui Shu'bah, terjadi imālah sughrā pada alif (ā), sehingga terdengar: Majrēhā (mirip suara "e" ringan)
Bacaan imālah tidak hanya berfungsi untuk memberikan variasi dalam bacaan, tetapi juga untuk meningkatkan keindahan dan kelancaran dalam membaca Al-Qur'an. Dengan adanya imālah, bacaan menjadi lebih harmonis dan mudah dibaca dalam beberapa riwayat tertentu.
Isymām adalah menggabungkan antara ḍammah (ُ ) dan sukūn ( ْ ) dalam pengucapan huruf yang di-waqaf-kan (berhenti), yaitu dengan menyuarakan huruf secara sukun, namun mengisyaratkan bibir seolah-olah sedang membaca ḍammah, tanpa disuarakan dengan menunjukkan adanya gerakan bibir membulat (seperti gerakan untuk membaca dhammah) pada huruf yang sebelumnya disukunkan. Isymām sering ditemukan dalam bacaan dengan riwayat tertentu, misalnya Warsh.
Jadi :
🔹 Syarat Terjadinya Isymām
🔹 Hukum Bacaan Isymām.
Naql adalah Perubahan atau pemindahan harakat dari hamzah washal (ء ) kepada huruf sebelumnya, kemudian hamzah tersebut dihapus, sehingga seolah-olah huruf sebelumnya berharakat dua (misalnya fathah dua/fathatain). Biasanya terjadi saat pertemuan tanwin dengan hamzah washal di awal kata berikutnya.
🔹 Syarat-Syarat Terjadinya Naql
🔹 Qira’at yang Menggunakan Naql
🔹 Bentuk-Bentuk Naql
🔹 Contoh Lain Naql dalam Qira’at Warsh
🔹 Contoh Bacaan Naql dalam Al-Qur'an.
Hanya ada 1 bacaan naql dalam Al-Quran yaitu hanya terdapat dalam satu yaitu di dalam surah Al-Hujurat ayat 11 sebagai berikut :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Bacaan بِئْسَ الإِسْمُ. pada ayat tersebut apabila merujuk pada bacaan biasa akan berbunyi Bi'sal ismu. tetapi karena ada kaidah naql, maka cara melafalkannya dengan memindahkan harakat pada huruf sebelumnya, sehingga cara membacanya yang benar ialah: Bi'salismu.
Tashīl al-Hamzah adalah pelembutan atau pengurangan pengucapan hamzah yang berdekatan dengan hamzah lainnya. Ini membuat bacaan lebih halus, dengan melembutkan atau menghilangkan salah satu hamzah.
Saktah adalah berhenti sejenak tanpa bernapas saat membaca Al-Qur'an, selama 2–3 harakat, sebelum melanjutkan ke bagian selanjutnya dalam ayat atau antar dua ayat, tanpa mengambil nafas.
Bacaan saktah ditandai dengan huruf sin kecil ( س ) atau dengan tulisan lengkap saktah ( ساكته ). Cara membacanya dengan berhenti sejenak tanpa bernapas sepanjang dua harakat.
🔹 Tempat-Tempat Saktah dalam Qira’at Hafṣ.
# | Ayat | Teks | Letak Saktah |
---|---|---|---|
1. | Yāsīn: 52 | مَنۢ بَعَثَنَا مِن مَّرْقَدِنَا ۜ هَـٰذَا | Saktah antara مَّرْقَدِنَا dan هَـٰذَا |
2. | Al-Qiyāmah: 27 | وَقِيلَ مَنْۢ ۜ رَاقٍ | Saktah antara مَنْۢ dan رَاقٍ |